Harapan Terakhir
TADI pagi saya mengerat sepotong harapan dari pucuk bunga mangga depan rumah. Pucuk yang kemerahan itu segar di tanganku. Aromanya menyemerbak ruang rasaku yang tawar. Kubiarkan getahnya menyirami anganku yang baru bertunas. Bulan lalu saya menginginkan kebinasaannya, tapi kini seluruh hatiku tertuju padanya. Lembar-lembar dalam kulit segi empat mahal yang terlibat rapi dalam saku belakang celanaku terus berkurang sejak sebulan lalu. Malaysia menganugerahkan setumpuk kesuksesan yang tidak semua orang sekampungku punya. Tatapan kagum membungaiku setiap saya lewat. Pada hari Minggu, tatapan itu semakin banyak karena semua orang mengeluarkan pakaian terbaik mereka saat ke Gereja. Saya tak perlu berpura-pura tidak tahu kalau busanaku paling cemerlang di antara pria-pria sekampung. Segerombol kupu-kupu beterbangan di perut. Tapi tidak semua pandangan kagum menghujam bajuku. Tatapan yang seperti ular juga kuterima. Beberapa ekor tepatnya. Dari lidah mereka terdengar desisan yang ti...